Mangongkal Holi: Dari Mitos Menuju Status Sosial
Kata Kunci:
mangongkal holi, Toba Batak, Christianity, Batak Toba, KekristenanAbstrak
To see the shift in the practice and meaning of mangongkal holi in Batak people, this paper examines it with a historical approach. This paper looks at these dynamics from three historical stages, namely the pre-colonial era (before 1861), colonial (1861 -1940) and post-colonial (1940-present). From the three periods above, it is clear that there has been a change in understanding of the practice of mangongkal holi. The myth of the banua ginjang in the pre-colonial period was shifted to the practice of Christianity in the colonial period so that mangongkal holi became a forbidden ritual. The revival of Toba Batak identity in the post-colonial period, has returned mangongkal holi to an important ritual for the Toba Batak people themselves. Mangongkal holi is no longer just reburying the bones of ancestors in a magnificent building called a monument (tugu) to honor parents (ancestors) and unite the clan (family). But more than that, mangongkal holi and monuments have become symbols of family dignity.
Untuk melihat pergeseran praktek dan pemaknaan mangongkal holi pada orang Batak, tulisan ini mengkajinya dengan pendekatan sejarah. Tulisan ini melihat dinamika itu dari tiga babak sejarah, yaitu era pra-kolonial (sebelum 1861), kolonial (1861 -1940) dan pasca-kolonial (1940-sekarang). Dari tiga periode di atas, tampak jelas ada perubahan pemahaman tentang praktik mangongkal holi. Mitos tentang banua ginjang di masa pra-kolonial telah digeser praktik Kekristenan di masa kolonial sehingga mangongkal holi menjadi ritual terlarang. Kebangkitan identitas Batak Toba di masa pascakolonial, telah mengembalikan mangongkal holi menjadi ritual penting bagi Orang Batak Toba itu sendiri. Mangongkal holi tidak lagi sekadar menguburkan ulang tulang-belulang nenek moyang pada bangunan megah yang disebut tugu untuk menghormati orang tua (nenek moyang) dan menyatukan marga (keluarga). Tapi lebih dari itu, mangongkal holi dan tugu telah menjadi simbol martabat keluarga.
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2022 STGH HKBP Sipoholon

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.